Monday, February 28, 2011

Laeng sayang Laeng VS Katong deng Katong (*)


Refleksi atas Kehidupan Bersama di Maluku
oleh : Weslly Johanes

Kata ini mungkin sudah seringkali kita dengar, "sayang". Semua orang pasti pernah bahkan sering mendengar kata itu bukan? Bukan hanya mendengar, anda barangkali baru saja mengucapkannya pada kekasih hati anda. Di Maluku, kata itu selalu diungkapkan dalam pemaknaan yang korelasional. Orang Maluku biasanya bilang begini : "Laeng sayang laeng", "baku sayang", dan sebagainya. Pokoknya selalu diungkapkan secara korelasional. Pernahkah anda memikirkan apa yang terkandung dalam ungkapan yang biasa kita dengar itu? Pasti pernah bukan? Apa yang anda temukan? Saya harap nanti bisa dibagikan! Tapi kali ini saya ingin membagi kepada anda tentang bagaimana saya, sebagai anak Maluku, memahaminya.


"Laeng sayang laeng" adalah ungkapan yang sering kita dengar! Namun, pernahkah anda bertanya : "Mengapa tidak dikatakan saja seperti ini "yang sama sayang yang sama"? Mengapa harus "laeng"? Tentu ada makna di sana. Sabar dulu, setelah ini akan saya ulas.  Ungkapan lain yang sering kita dengar juga adalah  "Katong deng katong" dan "Katong deng Katang". Anda pernah dengar? atau jangan-jangan anda sendiri pernah mengucapkannya? Tidak perlu malu untuk jujur, saya juga pernah mengucapkannya. Anda tentu pernah dengar atau mungkin mengucapkannya, ini kesimpulan sementara saya. Hal ini juga  akan saya ulas dalam tulisan reflektif ini. Mari mulai dengan yang pertama!

"Laeng Sayang Laeng"

Ungkapan "laeng sayang laeng" atau "baku sayang" ini selain bermakna saling berbuat baik secara murni, ia lebih  menunjuk pada kondisi hidup yang seharusnya. Jika saat ini anda sedang bermusuhan dengan tetangga anda, maka secara eksplisit ungkapan ini adalah perintah untuk berdamai. Namun, jika dipahami secara esensial maka ungkapan "laeng sayang laeng" sebenarnya sedang mengajak anda untuk sadar bahwa keadaan bermusuhan bukanlah keadaan yang harus dibiarkan. Mungkin ia bisa terjadi, tapi tidak boleh dibiarkan, apalagi sampai berlarut-larut.  Ungkapan "laeng sayang laeng" menegaskan bahwa keadaan bermusuhan harus dieliminir dari kehidupan, menuju kondisi hidup yang seharusnya. Jadi,  kehidupan ideal yang di dalamnya semua orang saling sayang adalah esensi ungkapan "laeng sayang laeng".

Sekarang kita sudah tahu bahwa kehidupan yang di dalamnya setiap orang saling sayang adalah esensi dari ungkapan "laeng sayang laeng". Anda pasti bertanya-tanya. Bagaimana kita bisa mewujudkan kondisi hidup yang demikian? Jawabannya ada dalam pemaknaan terhadap ungkapan ini sendiri. Saya akan mengajak anda melihat setiap kata yang membangun ungkapan itu. Kata pertama dan terakhir adalah kata yang sama, yakni "laeng". Kata yang lain adalah kata "sayang".  Jadi, kata yang akan saya ulas lebih dulu, anda pasti sudah tahu. Kata itu adalah "laeng". Kata "laeng" menunjuk pada manusia Maluku yang berbeda-beda. Berbeda suku, berbeda agama, berbeda bahasa, dan sebagainya. Jadi, kata "laeng" sebenarnya menegaskan terpeliharanya identitas masyarakat Maluku yang beragam.  Kata ini menegaskan bahwa setiap individu adalah berbeda dan unik. Individu-individu yang berbeda inilah yang harus bertanggungjawab membangun kehidupan yang harmonis. Nah, bagaimana kemudian masyarakat Maluku yang berbeda-beda ini bisa terintegrasi ke dalam suatu tatanan kehidupan bersama yang harmonis? Atau bagaimana individu-individu yang berbeda-beda ini bisa membangun kehidupan yang harmonis? Jawabannya ada pada kata yang kedua, "sayang".

Kata "sayang" dalam ungkapan "laeng sayang laeng" harus dimaknai dalam konteks ungkapannya. Seperti yang sudah saya katakan lebih awal, bahwa kata ini selalu diungkapkan dalam pemaknaan yang korelasional. Kata ini selalu dimaknai dalam hubungan yang timbal balik. Tidak boleh bertepuk sebelah tangan, melainkan harus bagai gayung bersambut. Kata "sayang" menunjuk pada relasi yang saling membutuhkan. Bukankah anda membutuhkan orang lain untuk hidup? Kita semua beroleh kesempatan untuk hidup yang adalah hasil dari suatu relasi. Relasi ayah dan ibu kita. Dalam menjalani kehidupan selanjutnya, kita semua membutuhkan orang lain. Tanpa relasi, anda kehilangan kehidupan! Selain menunjuk pada relasi, kata "sayang" juga menunjuk pada kemurnian relasi tadi. Relasi timbal-balik yang tercipta harus sebagai akibat dari rasa sayang, bukan sekadar membutuhkan orang lain untuk tetap bertahan hidup. Relasi yang murni atas dasar rasa sayang yang timbal balik. Relasi yang dua arah.

Relasi yang berkualitas adalah relasi yang, salah satunya, harus berlangsung dua arah, timbal balik. Jika harus dua arah, maka kita akan bertanya dengan siapa kita harus membangun relasi? Jawaban yang ditemukan dari pemaknaan terhadap ungkapan "laeng sayang laeng" membuat saya tercengang. Anda ingin tahu? Pasti anda ingin tahu! Jawabannya adalah anda dan saya harus membina relasi yang murni atas dasar rasa sayang dengan orang-orang yang sama sekali berbeda dengan kita. Mengapa harus orang-orang yang berbeda? Mencari jawaban atas pertanyaan ini akan membuat kita menemukan dan mengakui betapa bijaksananya "orang tatua/leluhur" kita dalam membangun ide-ide yang pro hidup. Orang tatua/leluhur masyarakat Maluku sejak semulanya sudah memahami dan mengenal secara mendalam karakteristik masyarakat Maluku yang berbeda-beda (suku, agama, bahasa, dll) dan karena itu majemuk/plural. Dari kenyataan yang majemuk, yang kaya dengan perbedaan-perbedaan ini, orang tatua belajar untuk hidup bersama dengan harmonis. Dari proses belajar yang panjang inilah jawaban kita tadi ditemukan. Bahwa demi terciptanya kehidupan yang harmonis di Maluku, setiap manusianya harus membina relasi yang murni atas dasar rasa sayang dengan setiap manusia lainnya yang sudah pasti berbeda dengan dirinya, "laeng sayang laeng", bahkan sang liyan sayang sang liyan. Manusia-manusia yang berbeda-beda itu harus "baku sayang". Relasi yang demikian adalah relasi yang bersifat terbuka. Hal semacam ini yang belakangan populer dengan sebutan local wisdom (Kearifan lokal) dan Kearifan lokal selalu lahir dari pengalaman bersama. Tentu anda tidak perlu lagi bertanya, "Mengapa hal semacam ini disebut kearifan lokal sebab Anda pasti sudah punya jawabannya setelah membaca sampai di sini. Jadi, kita lanjutkan ke ungkapan yang kedua (Katong deng Katong)yang akan saya ulas berhadap-hadapan dengan ungkapan yang pertama ini.


“Katong deng Katong”

Jika ungkapan yang pertama tadi (Laeng sayang Laeng) kita sebut sebagai salah satu ungkapan yang lahir dari kearifan lokal orang tatua, maka tentang ungkapan yang kedua ini (Katong deng Katong) saya sendiri bingung mau menyebutnya apa. Baik, sebelum kita bersepakat tentang sebutan yang cocok untuk ungkapan yang kedua ini, maka kita perlu memahaminya terlebih dulu.

Dalam kehidupan bermasyarakat di Maluku, ungkapan ini biasanya digunakan untuk menunjukkan keterikatan suatu komunitas atas dasar kesamaan dan serentak menunjukkan keberpihakan. Jadi, kata “katong” pada awal ungkapan dan kata “katong” pada bagian akhir ungkapan menunjuk pada kesamaan tertentu antara individu yang mengucapkan dengan individu lain yang mendengarnya. “Katong deng Katong” dapat diartikan sebagai “sesama” dalam artinya yang sempit. Bisa jadi orang-orang yang se-profesi atau se-negeri atau yang se-agama. Dalam pengertian yang begini maka akan mudah dibayangkan bagaimana ungkapan ini beroperasi. Anda pasti sudah tahu! Komunitas yang sering mengucapkan ungkapan ini dengan sengaja hendak mempererat hubungan dengan ‘sesama’nya dan serentak memperlihatkan perbedaan dengan yang lain yang berbeda dan  pada akhirnya bermuara pada keberpihakan atas dasar ‘kesamaan’ tadi.

“Katong deng Katong” adalah ungkapan yang dengan sengaja diciptakan untuk mengambarkan beberapa hal. Pertama, proses identifikasi diri. Kedua, pola relasi yang terbatas dan kuat, serta yang ketiga adalah keberpihakan yang tidak kritis. Saya akan mengulasnya satu demi satu dengan tetap berasumsi bahwa  semua kata dalam ungkapan ini harus dipahami dalam konteksnya.

Ungkapan ini sering muncul pada saat di mana seseorang atau sekelompok orang membutuhkan dukungan dari individu atau kelompok yang adalah ‘sesama’nya. Baik dalam bentuk penerimaan (identifikasi), relasi, maupun keberpihakkan. Dengan mengatakan “katong deng katong” maka orang atau sekelompok orang yang berupaya memperoleh dukungan ini sedang membuat individu atau kelompok yang mendengar harus mendukungnya atas dasar kesamaan yang dimiliki, apa pun alasannya. Sekali pun orang atau sekelompok orang tersebut memang tidak seharusnya didukung. Jadi, relasi yang tercipta adalah relasi atas dasar kesamaan tertentu dan keberpihakan yang muncul adalah atas dasar kesamaan itu juga.

Dalam cakupan yang lebih luas, ungkapan ini terkadang dipakai juga untuk tujuan yang tidak konstruktif bahkan destruktif, misalnya : saya ditilang seorang polisi lalu lintas karena melanggar aturan, tapi kemudian saya dengan mudahnya bisa bebas hanya karena saya ditahan oleh seorang polisi yang kebetulan berasal dari negeri yang sama. Contoh lain yang lebih mengerikan adalah pengalaman kita. Konflik yang menjerumuskan kita dalam tindakan saling bunuh dan sama-sama menderita ternyata membutuhkan ungkapan “katong deng katong” untuk menggalang dukungan dan kekuatan. Orang harus berpihak kepada orang-orang yang memiliki agama yang sama dan harus melawan orang-orang yang berbeda agamanya. Ungkapan ini memang cenderung negatif. Kecenderungan yang tidak sehat pada ungkapan “katong deng katong” diperkuat dengan munculnya ungkapan lain yang secara khusus bertujuan untuk membedakan secara tajam dan melecehkan, yakni “katong deng katang”. “Katong deng Katang” secara hurufiah berarti “kita dengan kepiting”. Supaya anda mudah saja memahaminya, saya berikan contoh! Saya dicaci-maki dan dipukul oleh teman sekampung. Lantas ada seorang lagi sahabat saya, juga sekampung, datang dan bilang begini: “Eh, katong deng katong tidak boleh begitu, barangkali katong deng katang boleh!”. Artinya, tindakan mencaci-maki dan memukul tadi tidak pantas dilakukan kepada saya, bukan karena tindakan mencaci-maki dan memukul itu tidak baik, melainkan tindakan-tindakan itu kebetulan salah sasaran. Jadi, orang lain, yang tidak ‘sama’ boleh atau pantas dicaci-maki dan dipukul hanya karena tidak sama, katong deng katang ! Hanya karena berbeda orang pantas dicaci-maki atau dipukul. Dari semua contoh ini tergambar jelas  bahwa ungkapan ini lebih sering  bertendensi negatif dan memicu munculnya keberpihakan yang tidak kritis. Hal inilah yang membuat banyak hal buruk dilakukan dengan alasan membela dan berpihak kepada orang yang  memiliki ‘kesamaan’ dengan kita, apalagi sudah ada pembedaan yang jelas tentang bagaimana sepatutnya bersikap kepada orang-orang yang memiliki kesamaan (“katong deng katong”) dan bagaimana seharusnya bersikap kepada orang yang tidak sama (“katong deng katang”).

"Katong deng Katong" mungkin berguna untuk memupuk integrasi komunitas tertentu, kesadaran yang ditumbuhkan cenderung sempit dan masyarakat cenderung dikotak-kotakan ke dalam komunitas yang lebih kecil lagi sehingga yang tercipta adalah kebalikannya, disintegrasi dan yang lebih parah lagi, semua ini  berakar pada sesuatu yang tidak substansial, yang tidak lebih mulia dari kemanusiaan dan rasa sayang tulus. Konsep sesama dalam ungkapan "katong deng katong" ditandai dengan homogenitas dan jika relasi dan keberpihakan dibangun atas dasar ini maka relasi dan keberpihakan yang tercipta adalah serangkaian tindakan yang tidak kritis yang lahir dari kesadaran yang keliru, bahkan dapat berupa penyangkalan terhadap realitas Maluku yang plural.

Saya sudah membagikan kepada anda apa yang saya punya dan sekarang giliran anda. Bukankah relasi yang baik itu, salah satunya, harus timbal-balik? Lagipula, bukankah kita belum bersepakat tentang sebutan yang tepat untuk ungkapan yang kedua ini? Tulisan ini akan selesai dalam beberapa kalimat lagi dan sebelum selesai, izinkan saya untuk mengatakan dengan tulus kepada anda sekalian : “Mari… katong laeng sayang laeng!

---------------------------
[*] “Laeng sayang Laeng” secara hurufiah berarti “Lain sayang Lain”, sedangkan “Katong deng Katong” secara hurufiah berarti “Kita dengan Kita”.

1 comments:

agentaruhanbolavita said...

Kami BOLAVITA Agen Live Casino Terpercaya!
Dapatkan Bonus Rollingan Casino 0.5% - 0.7% Setiap Minggu Diberikan Pada Pemain Casino Baik Menang ataupun Kalah.
Free Chips s/d IDR 1.000.000,- Menyambut Malam Tahun Baru 2019..
Daftar Sekarang Juga Di Website www. bolavita .site

Boss Juga Bisa Kirim Via :
Wechat : Bolavita
WA : +62812-2222-995
Line : cs_bolavita
BBM PIN : BOLAVITA ( Huruf Semua )

Post a Comment