Monday, November 15, 2010

Why we are so politics in AMBON ?


Why we are so politics ?. Judul itu adalah topik diskusi yang melompat-lompat dan tanpa arah dengan beberapa orang teman setelah break siaran radio beberapa tahun yang lalu. Hari ini topik diskusi yang disebabkan oleh dipenuhinya rumah kopi oleh aktivis-aktivis LIPI (lembaga isu dan pengembangan informasi. gosip red) itu terngiang kembali setelah membaca komentar skeptis seorang teman di page AMBON BERGERAK tentang apakah AMBON BERGERAK tidak ada hubungannya dengan kekuatan politik tertentu menjelang musim pilkada di kota Ambon (*teman itu sepertinya ga terlalu percaya dengan tulisan  bahwa Ambon bergerak bukan gerakan politik)
Well, even we all knowed how to answer that question. Pertanyaan itu basicly memang warning us and knock us in the head to stayed focus for our objectives on this campaign.  Kami menjadi lebih aware dan kemudian sadar bahwa kami memang harus mengkampanyekan semangat ini terus menerus. percaya atau tidak kompleks politik yang terlalu besar dalam cara berpikir orang Ambon dan tak terkecuali juga orang muda ambon adalah salah satu alasan mengapa kami mengkampanyekan Ambon bergerak

But just for our consideration, AMBON BERGERAK pada dasarnya ga sama sekali alergi sama politik. We’re not a bunch of young man who don’t even give a damn with politics. Bahkan kami sangat aware dengan keadaan dimana politik adalah sebuah realitas yang tak bisa dibantah. But the problem is, kami juga orang-orang muda yang ga terlalu senang dengan keadaan dimana masyarakat dan orang muda telah  so in to the dark side of politics dan lantas lupa bahwa ke turutsertaannya dalam politik sebagai masyarakat  dan terutama orang muda juga mengandung kewajiban untuk mewarnai politik dengan semangat orang muda yang dinamis, segar, kreatif, inovatif dan selalu mencari dan mewujudkan sesuatu ke arah yang lebih baik.

Ambon bergerak dalam kerangka kampanye perubahan pola pikir memang hendak menjadi semangat yang mendorong kekhawatiran terhadap kompleks politik yang telah terlalu merasuk hingga akhirnya mereduksi kepedulian, kreativitas atau apapun ekspresi budaya sebagai sesuatu yang orisinil. Kami khawatir ketika orang muda melupakan kreativitas sebagai sesuatu yang orisinil dan secara genuine memang merupakan domain orang muda hanya karena sejauh yang dapat dia amati pada realitas tertentu, kepedulian dan kreativitas hanya bisa didorong oleh kemampuan finansial politis. terlebih ketika musim pilkada hendak menjelang. pendeknya semangat ini (ambon bergerak.red) hendak membuat kita melihat terlalu politisnya kondisi hidup di Ambon sebagai sebuah masalah. 

Sangat politisnya kehidupan sosial di kota ini adalah realitas yang secara sederhana sebenarnya sangat tergambarkan pada pertanyaan teman di fan page ambon bergerak itu. Skeptisismenya terhadap gerakan yang menggunakan Ambon sebagai embel-embelnya secara tidak langsung mengisyaratkan betapa Ambon itu sendiri sudah menjadi sangat politis.

kita kemudian lalu pantas bertanya tentang mengapa Ambon menjadi sangat politis.

Secara sederhana Ambon yang menjadi sangat politis adalah akibat dari berbagai macam alasan. Kita bisa saja menyebut, alasan historis, faktor demografis atau budaya bahkan juga proses demokrasi sebagai sebabnya, namun bagi kami yang terutama sepertinya tetaplah alasan ekonomi (terutama akhir-akhir ini).Yup, like what meja said , it is all (*again) about money.

Diakui atau tidak, satu-satunya penyumbang terbesar konsumsi ekonomi di kota ini adalah pemerintah (baik kota maupun propinsi). dan karena selain Pemerintah tak ada lagi sektor riil dan usaha swasta besar yang benar-benar bisa menyumbang pendapatan dan mendorong konsumsi masyarakat. maka masyarakat menjadi sangat terikat dengan pemerintah dan tentunya juga dengan politik. Secara langsung ada hampir lebih dari 70 ribu (peg dan anak-anaknya. please do the math by your self ) yang terkait langsung dengan aktivitas pendapatan untuk konsumsi yang berasal dari pemerintah. Belum turunannya seperti  pihak ketiga (perusahaan dan kontraktor) dan pekerja sektor informal yang berebut embun konsumsi dari belanja pegawai dan pemerintah itu. Kira-kira hampir lebih dari 85 persen penduduk kota Ambon (yang sekitar 300 ribuan jiwa itu) terkait dengan konsumsi pemerintah. Otomotis hanya dengan melihat jumlah itu saja, kita secara sederhana bisa menyimpulkan bahwa all of us were related with this government and politcs stuff to earn some money.

Karena sumber pendapatan adalah pemerintah dan pemerintah (terutama akhir-akhir ini sebagai akibat demokratisasi) sangat terkait politik, maka, fokus utama kebanyakan orang ambon adalah membicarakan sumber pendapatan mereka serta terlibat dalam semua aktifitas yang sangat kental nuansa politik dan birokrasi itu.Warung kopi menjadi ramai dengan isu politik, kontraktor terkait dengan kontes politik, pejabat dan pegawai terkait dengan lingkaran dukungan politik. Isu dan gosip politik adalah bahasan teramat seksi yang membuat warung kopi penuh.

Politik dan kekuasaan pada akhirnya menjadi bahasan yang terlalu lazim dan seakan-akan mempengaruhi aktifitas semua orang. Kelaziman itu pada akhirnya melahirkan masyarakat politis yang pada tahap lanjutan menjadi skeptikal, kritis dan sinical sebagai akibat pembohongan dan kekecewaan politik yang mereka alami bertahun-tahun dalam proses politik yang sudah membudaya. ( pertanyaan sang teman di fan page Ambon bergerak itu misalnya).

Hanya saja, anehnya dalam tingkat trust politik dan pemerintahan yang rendah itu, entah mengapa kita masih saja terus-terusan bergelimang dalam pilihan untuk menjadi masyarakat politik yang sangat aktif. tentu saja itu tidak buruk karena pada sisi lain this active politics society menunjukan tingkat kepedulian politik dan bisa jadi juga pemahaman politik yang tinggi sebagai buah demokratisasi. Hanya saja pada sisi lain, saya kok cenderung lebih meyakini bahwa kepedulian itu terbangun sebagai akibat terlalu bergantungnya masyarakat pada pemerintah (dalam hal ini; belanja pemerintah) hanya karena seakan-akan tidak ada pilihan lain selain pemerintahan dan politik itu. (*what an absurd phenomenom).

Dalam banyak hal, kita (orang ambon) seperti lupa bahwa kita tak perlu terlalu bergantung pada belanja pemerintah untuk melakukan apa yang ingin kita lakukan. kita punya pilihan lain untuk maju yang tidak "terlampau" bergantung pada  konsumsi pemerintah dan hanya bergelimang dalam politik saja untuk menggerakan kota ini.

Pilihannya jelas bukan menjadi apolitik, tapi bukankah juga penting bagi masyarakat kota ini dan terutama kepada orang mudanya untuk mulai merubah pola pikir kita dan mulai melihat kedalam dirinya, kedalam potensi dan kreatifitas, enterpreneurship dan pemberdayaan potensi-potensi orang muda ambon sebagai jalan untuk maju.

Sebagai orang muda sudah saatnya bagi kita untuk aware, kalo kecilnya kota ini (*yang sangat potensial untuk model publikasi word of mouth), potensi seni dan alam yang melimpah, hubungan internasional yang kuat juga karakter masyarakat yang pada dasarnya dinamis adalah tanah subur untuk memulai kegiatan-kegiatan ekonomi yang berbasis kreativitas dan enterpreneurship untuk menggerakan kota ini lebih maju.

Kita sebagai orang muda harus ingat kalo we can rid all of this political craps within  our self . Kita sebagai orang muda ambon harus berani mengambil resiko untuk maju dan menguatkan citra diri orang muda ambon sebagai dinamis. Kalo ga begitu, bagaimana kita bisa menyebut diri kita orang muda. Terutama orang muda Ambon.

pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana caranya.
for the truth, kami ga tau cara lain selain JUST DO IT. ya JUST DO IT.
Tak ada cara yang lebih baik untuk maju selain mulai bergerak. Selain mulai melakukan sesuatu. kampanye ambon bergerak didasarkan pada pikiran dasar ini. pikiran dasar untuk mulai bergerak sekarang. mulai berbuat sekarang, dan kemudian belajar dari proses jatuh bangun untuk membangun mimpi itu. untuk melakukan suatu perubahan yang akan berdampak bagi kemajuan.

Arief Budiman, managing director Petakumpet, sebuah agency periklanan terkemuka indonesia yang bermarkas di Jogjakarta semalam mengulang lagi pernyataan yang seringkali saya dengar dikalangan penggiat kreativitas sejak lama. " sistem pendidikan kita terlalu memprioritaskan penggunaan otak kiri dan melemahkan otak kanan (*ingetin gue kalo susunannya salah). Hal itu pada akhirnya membuat pendidikan kita lebih cenderung melahirkan intelektual yang berorientasi karyawan ".

Guys, sudut pandang dan perubahan pola pikir memang adalah alasan yang seringkali terlalu klise untuk digunakan sebagai sebab. But believe me that's the truth. Kita bukannya ga tau kalo persoalannya ada dalam pola pikir kita. Pola pikir yang hadir karena metode pendidikan dan juga lingkungan yang menyuburkan budaya karyawan dan political minded itu. Tapi bukankah itu semua belum membuat kita untuk bergerak. Kita belum berani untuk berbuat dan mencoba hal lain. I Mean c'mon guys the problems is absolutely in our fu**in head !,

So tahu saja memang belum cukup. Kemauan dan kepercayaan diri selanjutnya juga penting untuk merubah pola pikir kita. Lebih dari itu semua, kita juga harus saling mendukung dan percaya. Look for the objectives. Then if u somehow agree with the cause. Follow it.

Ambon bergerak pada dasarnya tetaplah kampanye semangat untuk berbuat dan bergerak sama-sama memajukan diri kita yang pada gilirannya akan memajukan kota ini we have no political intention or relation. We just aware that we need to do something. Itu saja mengapa Ambon bergerak dikampanyekan.

M. Burhanudin B
Penggiat Ambon bergerak.
dari timur indonesia kami bergerak.
majuu , tommaaa !

2 comments:

andrei jerman banget said...

maju terus bung-bung muda. biar orang bilang apa, curiga apa. maju sa. mari rubah sama-sama katong pung ambon. bagara maju. mena !

brother ipul said...

I Mean c'mon guys the problems is absolutely in our fu**in head !... maju ...... semangat.

kepala masih muda. masih bisa ganti isi 4 kali. lebe sisa !

Post a Comment