Monday, October 11, 2010

X'PO (local Hero) ?


 Sepenggal cerita tentang scene musik (Band) di Ambon !

Saya dan fotografer Emhy menaiki anak tangga menuju lantai dua salah satu rumah makan yang berlokasi di jalan A.Y Patty. Waktu menunjukan hampir pukul sembilan malam. Hanya beberapa menit sebelum waktu pertemuan yang telah saya sepakati dengan X’PO. Ruangan di lantai dua agak sepi. Saya melempar pandangan ke seluruh ruangan mencari anak-anak X’PO. Mata saya tertuju pada seorang pria yang sedang duduk sendiri sambil memainkan tuts telepon genggamnya. 
Tanpa malu-malu atau takut salah orang, saya memberanikan diri untuk maju dan menyapa, “Dari X’PO kan?”. Dia agak terkejut. Saya langsung menyodorkan tangan untuk bersalaman. Setelah berkenalan ternyata benar, dia adalah Farli Gitaris X’PO. Selepas beberapa menit melakukan basa-basi khas orang yang baru kenal, datang dua personil X’PO lainnya dan langsung duduk bergabung. Mereka berdua adalah vokalis Ian dan bassis Hilman. Malam itu Ian mengenakan kaos oblong berwarna biru muda. Ian terlihat bercahaya karena Farli dan Hilman memakai pakaian berwarna gelap.
 
“Drummernya tidak bisa datang. Ada acara keluarga” Ian menjelaskan alasan kenapa X’PO hanya bertiga malam itu. Saya hanya menganggukkan kepala yang berarti “Ok, tidak apa-apa” seakan saya adalah wali kelas dan drummer X’PO adalah murid yang tidak bisa hadir di jam pelajaran saya.

Bagi mereka yang menaruh perhatian terhadap scene music independent di kota Ambon pasti pernah mendengar nama X’PO. Gaung mereka semakin terdengar saat berhasil mewakili Indonesia timur di ajang A Mild Live Wanted 2009. Sebagai band lokal, X’PO bisa dianggap tahan lama. Band ini tetap eksis sejak didirikan sekitar tahun 2000. “Nama X’PO bisa berarti pameran dan pameran itu kesannya megah” Ian menjelaskan arti di balik nama band yang dihuninya. 

Selain filosofi pameran, terdapat makna lain dibalik nama X’PO yakni Exodus Poka yang dapat menjelaskan dari mana band ini bermula. X’PO memang terbentuk karena didasari latar belakang domisili yang sama. Hal itu diakui oleh personil X’PO. Sejak didirikan, X’PO telah mengalami beberapa kali pergantian personil. Semula X’PO terdiri dari Aminoel Rumakur alias Ongen, Haikal, Jikoen, Bobby Kelian dan Wando Syamal. Karena kesibukan di luar band, para personil lama memutuskan untuk meninggalkan X’PO. Saat mengikuti A Mild Live Wanted 2009 formasi X’PO adalah Ian (Vokal), Farli (Gitar), Wando (Bass) dan Ongen (Drum). Masih di tahun yang sama, Wando keluar dan posisinya kemudian digantikan oleh Hilmansyah Polhaupessy. Layaknya Axl Rose dan Guns N Roses, Ongen menjadi satu-satunya personil asli X’PO yang tersisa.

Saya pernah dua kali menonton penampilan X’PO. Yang pertama di tahun 2005 saat mereka menjadi opening act untuk konser Ello. X’PO tampil membawakan Sweet Child O’ Mine dari Guns N Roses. Saat itu X’PO juga dibantu oleh Alice yang kemudian berhasil masuk Tivi lewat Indonesian Idol. Penampilan kedua saya saksikan empat tahun kemudian saat penutupan deklarasi Ambon Band Community (ABC) di Baileo Oikumene Ambon pada bulan September 2009. Di panggung yang cukup luas dan ditambah lampu sorot, X’PO membawakan nomor klasik dari Deep Purple, Smoke On The Water.

X’PO saat itu benar-benar berbeda dengan X’PO yang saya lihat di tahun 2005. Dari segi aksi panggung dan musikalitas mereka telah berkembang pesat. Hal yang sering terjadi ketika sebuah band membawakan lagu rock yang telah melegenda adalah mereka kurang berkharisma di atas panggung. Alhasil, lagu yang dibawakan pun terdengar miskin. Fenomena itu tidak terjadi pada X’PO, mereka berhasil tampil solid dan membuktikan bahwa mereka adalah salah satu band panggung terbaik yang dimiliki kota Ambon. Saya pun tergerak untuk maju ke depan panggung, moshing dan sing a long “Smoke on the water, a fire in the sky “.

Menurut personilnya X’PO adalah band yang memainkan music pop rock. “Menurut kami musik pop adalah musik yang paling banyak didengar manusia”. Dari segi music, X’PO terpengaruh oleh band rock lawas seperti Eagle hingga yang beraliran modern rock seperti Muse. Meskipun memainkan poprock, para personilnya tak lantas memiliki selera musik yang seragam. Ian memiliki kecintaan akan music Emo sedangkan Hilman memiliki kecenderungan Punk. Farli sang gitaris mengatakan semua perbedaan itu tak menjadi halangan bagi bagi X’PO dalam bermusik. “Justru membuat kita menjadi lebih kaya. Jadi tidak hanya hitam saja tapi warna-warni” Farli menambahkan.

Di tahun 2009 X’PO berhasil melaju ke babak final A Mild Live Wanted mewakili Indonesia Timur. Prestasi ini telah memicu perhatian nasional terhadap musik Ambon. Di internet bertebaran berita mengenai keberhasilan X’PO yang dihubungkan dengan kemajuan musik Ambon. Bahkan artikel tentang mereka sempat dimuat di situs kantor berita Antara. Mengenai keberhasilan di Tahun 2009 X’Po mengaku senang. “Kami menganggap itu sebagai batu loncatan juga sebagai sejarah. Kalau besok-besok ada band yang sampai ke event nasional kita bisa bilang X’PO sudah lebih dulu.”

Dari keberhasilan di event inilah X’PO berkesempatan merilis single di Musica Studio yang berjudul Ketika Cinta Harus Berakhir. Sebuah lagu yang telah lama mereka ciptakan.
“Otomatis bangga dan juga terharu. Kita bangga masuk Musica, walaupun Cuma single tapi nanti kalau sudah punya cucu kita bisa cerita ke cucu kita kalau dulu opa pernah rekaman”. Kata Ian sambil tertawa.

Dalam proses penciptaan lagu, X’PO mengaku semuanya dilakukan secara bersama-sama. Tidak pernah seorang personil datang dengan lagu yang utuh dan siap dimainkan. Dengan proses seperti ini maka tidak ada personil X’PO yang menonjol sebagai pencipta lagu utama. Fenomena Lennon-McCartney di dalam The Beatles maupun Ariel di dalam Peterpan tidak terjadi pada band ini.

Kembali pada masalah aksi panggung, para personilnya mengaku memiliki pengalaman manggung yang menurut mereka paling sulit. “Penampilan itu terjadi saat babak penyisihan A Mild Live Wanted di Jayapura.Karena penonton mendukung band tertentu, jadi saat bandnya main, mereka maju ke depan panggung. Ketika kita main mereka balik lagi ke tribun. Jadi kita berusaha semaksimal mungkin untuk tampil baik dan menguasai suasana meskipun penontonnya tidak memberi dukungan, di situ letak kesulitannya”. Farli menjelaskan.

Ada penampilan tersulit tentu ada juga penampilan yang menurut mereka paling berkesan. Ketiga anggota X’PO ini sepakat bahwa penampilan yang paling berkesan bagi mereka adalah ketika X’PO berkolaborasi dengan Ryan D’Massiv membawakan lagu Deddy Dhukun, Jalan Masih Panjang. “Kebetulan saat itu kita punya masa. Jadi kita bermain dengan penuh dukungan”.

Band ini mengaku telah memiliki penggemar yang disebut X’POtisme. Meskipun belum ada fansclub resmi tetapi fenomena X’POtisme telah mencuat ke permukaan. Hal ini tentu berdampak positif bagi X’PO mengingat kesuksesan sebuah band tak pernah lepas dari dukungan penggemar. Tengok saja Slank yang megah karena dukungan Slankers maupun The Upstairs yang merajai panggung-panggung Jakarta dengan pasukan Modern Darlings-nya.

Saya dan anak-anak X’PO kembali melanjutkan acara santap malam. Sesi wawancara memang dilakukan sambil makan. Semua berjalan santai. Saya melemparkan perntanyaan, X’PO menjawab, fotografer mengabadikan dan pelayan mengantarkan makanan. Sempurna. Semuanya kembali serius saat saya menyinggung tentang penerimaan masyarakat Ambon terhadap band lokal.

Harus diakui bahwa sepak terjang band lokal bisa dibilang kalah di tengah menjamurnya proyek album solo maupun kelompok vocal. Bahkan album band atau setidaknya album kompilasi band lokal sangat jarang ditemukan atau malah belum pernah diproduksi. X’PO punya pendapat sendiri mengenai masalah ini. “Saya rasa itu masalah selera music, lagipula kebanyakan musisi membawakan lagu dengan bahasa daerah, jadinya lebih dekat ke pendengar “ Farli menjelaskan mewakili teman-temannya.

Saat wawancara berlangsung, vokalis Ian yang paling sering berbicara. Farli akan berusaha melengkapi pernyataan Ian jika dirasa masih kurang. Tapi Hilman tidak berbicara kecuali saat dia memperkenalkan dirinya. Saya tidak tahu apakah dia merasa agak minder karena masih baru di X’PO atau karena dia terlalu asyik menikmati Coto Makassar.

“Di Ambon band kurang dianggap. Sebenarnya banyak band di Ambon yang ingin serius, tapi media penyalurannya kurang. Bahkan studio untuk latihanpun hanya ada beberapa.”
X’PO sendiri pernah merasakan sulitnya bermusik di kota Ambon. Jarangnya event menyebabkan kurangnya kesempatan bagi anak band untuk tampil. Hal ini sempat berusaha diterobos melalui pembentukan Ambon Band Community dengan Ian X’PO sebagai salah satu penggagasnya.

Di tahun-tahun mendatang X’PO berharap scene music independent Ambon akan semakin berkembang dengan munculnya band-band baru dengan aliran music yang beragam.

Saat wawancara malam itu ada dua hal yang membuat saya cukup terkejut. Yang pertama adalah anak-anak X’PO ternyata sangat bersahabat mereka tidak sombong seperti bayangan saya. Yang kedua adalah Hilman datang dengan celana pendek, apakah dia tidak kedinginan saat naik motor?

as it grabbed from www.hardpapeda.blogspot.com

1 comments:

agentaruhanbolavita said...

Kami BOLAVITA Agen Live Casino Terpercaya!
Dapatkan Bonus Rollingan Casino 0.5% - 0.7% Setiap Minggu Diberikan Pada Pemain Casino Baik Menang ataupun Kalah.
Free Chips s/d IDR 1.000.000,- Menyambut Malam Tahun Baru 2019..
Daftar Sekarang Juga Di Website www. bolavita .site

Boss Juga Bisa Kirim Via :
Wechat : Bolavita
WA : +62812-2222-995
Line : cs_bolavita
BBM PIN : BOLAVITA ( Huruf Semua )

Post a Comment